Pages

Apel Pagi

Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Ngantang.

Dewan Guru

Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Ngantang.

Dewan Guru

Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Ngantang

Siswa-Siswi 2011-2012

Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Ngantang

Lulusan 2010

Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Ngantang

Minggu, 05 April 2020

Masa Pendudukan Jepang Di Indonesia

Masa Pendudukan Jepang Di Indonesia

Masa Pendudukan Jepang Di Indonesia
Masa pendudukan Jepang di Indonesia yaitu di mulai pada pada tahun 1942 dan berakhir dengan proklamasi kemerdekaan republik Indonesia oleh presiden pertama kita yaitu Ir. Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Belanda dulu di duduki oleh Nazi Jerman pada bulan Mei 1940,awal mula Perang Dunia ke II. Keadaan siaga di umumkan oleh Hindia-Belanda dan apada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris.
Belanda memulai negosiasi Jepang dengan tujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar untuk penerbangan kegagalan pada bulan Juni tahun 1941. Penaklukan Asia Tenggara oleh Jepang di mulai pada Desember tahun 1941.
Faksi dari Sumatra penerimaan bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda terjadi pada bulan yang sama. Jepang mengalahkan pasukan Belanda yang terakhir pada Maret 1942.
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dulu bervariasi karena orang pribumi tergantung pada seseorang hidup dari status sosial orang tersebut.
Mereka mengalami perbudakan seksual yang terlibat, penyiksaan, sewenang-wenang dan kejahatan perang lainnya bagi yang tinggal di daerah yang di anggap penting di dalam pertempuran.
Campuran dari Indonesia dan Belanda merupakan target dalam penduduk Jepang.
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsi JUNBI Chosa-kai) dalam bahasa Jepang di bentuk Jepang untuk persiapkan kemerdekaan.
Baca juga: sidang BPUPKI
BPUPKI bertugas untuk membentuk persiapan pra-kemerdekaan dan membuat suatu dasar negara dan di gantikan oleh PPKI yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan.

Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Industri Modern

Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Industri Modern
Di bandingkan dengan indistrialisasi di era kolonial Belanda industri modern tentu saja berdampak lebih jauh dan lebih luas.
Di dalam struktur kerja dan angkatan kerja ada pergeseran, di daerah perkotaan. Contohnnya sekarang yaitu adannya jenis-jenis dari pekerjaan yang sebelumnnya belum ada. Seperti advokasi, konsultasi dan organisasi bantuan hukum.
Pergeseran juga di alami oleh buruh, hal gender lah yang terutama. Dahulu kala tenaga kerja laki-laki memonopoli. Tetapi sekarang perempuan juga sudah bisa berperan di dalam segala bidang pekerjaan.
Aspek ekonomi sekarang sudah tidak di tentukan oleh hanya kelas sosial saja, tetapi juga aspek-aspek yang lainnya juga, contohnnya seperti faktor profesionalisme seseorang dan kelangkaan.
Hal tersebut di sebabkan oleh masyarakat industri adalah Kreativitas yang menghargai dapat menambahkan poin di dalam pekerjaan mereka.
Masyarakat industri akan sangat menghargai orang-orang yang berpendidikan tinggi.
Dan orang yang lebih rendah sebaiknnya di tempatkan pada strata yang lebih rendah.

Perlawanan Rakyat terhadap Jepang

Perlawanan Rakyat terhadap Jepang

Peristiwa Singaparna

Sekolah-sekolah Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat di bawah kepemimpinan KH. Zainal Mustafa terjadi perlawanan fisik pada tahun 1943.
Beliau menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang yang khususnnya untuk melakukan Seikerei di setiap pagi hari, dan membayar penghormatan untuk kaisar Jepangdicara menuju matahari terbit.
Seikerei jelas sekali menyinggung kebanyakan umat islam karena sudah jelas termasuk syirik atau menyekutukan Allah, selain hal tersebut juga tidak tegannya melihat penderitaan rakyat yang di akibatkan oleh tanam paksa.

Peristiwa Cot Plieng Aceh 10 November 1942

Ulama muda Tengku Abdul jalil, seorang guru di Cot Plieng, Lhokseumawe memimpin pemberontakan. Jepang berupaya untuk membujuk sang ulama tetapi tidak berhasil.
Oleh karena itu Jepang melakukan serangan mendadak di pagi hari pada waktu orang -orang tengah melakukan shalat subuh.
Dan hanya menggunakan senjata yang seadannya dapat memukul mundur pasukan jepang kembali menuju Lhokseumawe, dan serangan kedua berhasil di gagalkan oleh rakyat.
Dan serangan terakhir Jepang berhasil untuk membakar masjid dan pemimpin pemberontakan yaitu Teuku Abdul Jalil dapat melarikan diri dari kepungan musuh, tetapi pemimpin pemberontak berakhir di tembak saat berdoa.

Perlawanan PETA di meureudu-pidie, Aceh (November 1944)

Perlawanan yang di pimpin oleh perwira Teuku Gyugun Hamid. Latar belakang dari perlawanan ini karena sikap yang arogan dari Jepang dan kejam kepada orang-orang pada umumnya pada khusunya untuk tentara Indonesia

Perlawanan PETA di Blitar (29 februari 1945)

Perlawanan ini di pimpin oleh Syadanco Dr. Ismail san Syodanco Muradi. Perlawanan ini di sebabkan karena masalah pengumpulan beras, Heiho dan romusha paksa dan di luar batas kemampuan dari pribumi.
Sebagai anak dari seorang pejuang tidak akan tega melihat penderitaan dari rakyatnya sendiri. Dan sikap dari pelatih militer Jepang tentara Indonesia yang sangat sombong dan merendahkan.
Resistansi terbesar di jawa adalah perlawanan PETA di Blitar. Tetapi pasukan PETA berhasil di tipu dengan berpura-pura dikonsultasikan, tipu muslihat Jepang melalui kolonel katagiri yaitu komandan pasukan Jepang.
Empat perwira dari PETA di jatuhi hukuman mati dan tiga di lainnya di siksa sampai meninggal. sementara Syodanco Supriyadi berhasil lolos dari Jepang.

Peristiwa Indramayu, April 1944

Pemberontakan yang terjadi pada April 1944 di Indramayu karena suatu paksaan untuk deposit porsi nasi dan pelaksanaan kerja paksa atau Romusha yang membuat penderitaan berkepanjangan rakyat.

Pemberontakan Teuku Hamid

Seorang perwira yang bernama teuku Giguyun Hamid bersama denagn satu peleton pasukan yang melarikan diri ke dalam hutan untuk melawan. peristiwa tersebut terjadi pada bulan November 1944.

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia
Aspek Ekonomi dan Sosial
Di kedua aspek ini kita bisa untuk menemukan cara untuk mempraktekan eksploitasi dan ekonomi sosial yang di lakukan Jepang untuk masyarakat Indonesia.
Dan bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politik dan birokrasi. Hal tersebut menempatkan sistem regulasi pemerintahan Jepang sebagai berikut
Kegiatan ekonomi yang di gunakan untuk kepentingan perang, segala potensi bahan baku dan sumber daya alam di gunakan untuk industri yang mendukung mesin perang.
Jepang menyita seluruh pabrik, perkebunan, bank dan perusahaan yang sangat penting.
Kebohongan banyak sekali di dalam pertanian dan mengakibatkan penekanan yang di fokuskan pada kebijakan ekonomi dan indistri perang.
Penyebab dari penurunan produksi pangan, kelaparan dan kemiskinan yang meningkat secara drastis.
Aspek Politik
Kebijakan yang di lakukan oleh dari Nippon atau pemerintahan militer Jepang adalah melarang semua kegiatan dan rapat politik.
Peraturan yang terkandung pada semau organisasi politik dan asosiasi di bentuk pada tanggal 20 Maret 1942. Dan pada tanggal 8 september 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengontrol organisasi nasional seluruhnnya.
Aspek kehidupan Militer
Di saat masuk kependudukan kedua pada tahun 1943 Jepang intensif mendidik dan mendidikpara pemuda pri bumi di bidang militer.  Hal tersebut karena situasi di medan perang yang terjadi si Asia – pasifik semakin mempersulit Jepang.
Mulai dari pertempuran laut Midway pada Juni 1942 dan sekitar laut Koral. Kondisi di buat tambah parah dengan jatuhya Guadalacal yang merupakan basis dari kekuatan Jepang di pasidik.

Dampak dari kependudukan Jepang

Latar belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
Dampak Positive
Tidak terlalu banyak positif dari kependudukan Jepang. Dampaknya yaitu:
  1. Indonesia boleh menjadi bahasa nasional komunikasi dan menyebabkan Indonesia memantapkan dirinya sebagai bahasa nasional.
  2. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin dari Indonesia seperti Soekarno dengan harapan untuk Jepang memobilisasi masyarakat Indonesia. Pengakuan Jepang menegaskan posisi nasional Indonesia dan mereka memberikan kesempatan untuk memimpin umat-Nya
  3. Anti Belanda di dukung oleh Jepang, Sehingga mendukung semangat nasionalisme Indonesia. seperti menolak pengaruh Belanda contohnya mengubah nama batvia menjadi Jakarta
  4. Mendirikan sekolah dasar 6 tahun, dan 9 tahun lebih muda dari yang lama dan SLTA
  5. Di bidang ekonomi kumyai pembentukan koperasi ditunjukan dengan yujuan kebaikan bersama.
Dampak Negatif
Selain dampak positif, Jepang juga memberikan dampak negatif yang sangat luar biasa seperti:
  1. Di hapusnya segala organisasi politik dan seluruh lembaga-lembaga warisan sosial dari Hindia Belanda pada kenyataannya banyak dari organisasi yang bermanfaat bagi kemajuan sosial, ilmu pengetahuan, eknomi dan kesejahteraan warga.
  2. Memobilisasi seluruh sumber daya seperti makanan, logam, pakaian, dan minyak demi perang
  3. Romusha yaitu kerja paksa dengan kondisi yang tidak manusiawi khususnya di bagian warga Jawa.
  4. Akibatnnya petani dan banyak bahan makanan Jepang kehilangan begitu banyak orang yang menderita kelaparan.

Latar belakang Pendudukan Jepang di Indonesia

Latar belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
Negara paling maju di Asia adalah negara jepang, bahkan banyak memberi bantuan kepada Indonesia.
Di dalam perang dunia ke II (1939-1945), Jepang sangat ingin membangun imperium di Asia, dengan tujuan untuk menguasai benua tersebut, jepang beranggapan bahwa amerika Serikat adalah penghalang utamanya.
Oleh karena itu sebelum Jepang menyerang Asia, Jepang melumpuhkan armada pasukan Amerika Serikat di samudra pasifik  Desember 1941 pangkalan armada Amerika Serikat di pulai Hawaii, tepatnya di Pearl Harbour dengan tiba-tiba di serang oleh Jepang.
Amerika Serikat di samudra pasifik sebagian besar di hancurkan. Dengan hal tersebut Jepang telah membuka jalan untuk menduduki benua Asia, terutama Asia timur dan Asia tenggara termasuk Indonesia.
Setelah Lima jam penyerangan di pearl Harbour, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborg Stachouwer meyatakan perang kepada Jepang.
Dengan penyerahan tanpa syarat oleh Letnan Jenderal ter poorten, panglima angkatan perang Hindia Belanda.
Atas nama angkatan perang sekutu di Indonesia kepada angkatan perang Jepang di bawah pimpinan letnan Jenderal Imamura.
Pada tanggal 18 Maret 1942, dan pada saat itu berakhirlah pemerintahan hindia belanda di Indonesia dan dengan resmi berdirilah pemerintahan pendudukan Jepang.

Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Advertisement
Menurut penyelidikan para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia bukan asli dari Indonesia. Kita adalah keturunan manusia jenis Homo Sapiens. Seperti telah kalian pelajari sebelumnya, manusia jenis Homo Sapiens inilah yang ciri-cirinya mirip dengan manusia Indonesia sekarang. Jenis manusia Homo Sapiens ini terbagi atas tiga subspesies atau ras.

  1. Ras Mongoloid: berkulit kuning, tinggi badan cukup, hidung menonjol sedikit (tidak mancung, tetapi juga tidak pesek), menyebar ke Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
  2. Ras Kaukasoid: berkulit putih, tinggi, badan jangkung, hidung mancung, menyebar di Eropa dan Asia kecil (Timur Tengah).
  3. Ras Negroid: berkulit hitam, bibir tebal, rambut keriting, menyebar di Afrika, Australia, dan Iran.

Hasil penyelidikan Von Hiene Geldern tentang penyebaran kapak persegi, menyimpulkan bahwa jenis manusia Homo Sapiens bukan asli dari Indonesia. Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa, Cochin China, Kamboja, dan daerah-daerah di sepanjang pantai di Teluk Tonkin. Sementara itu, kalau dilihat dari pangkal kebudayaannya, mereka berasal dari wilayah Yunnan di Tiongkok Selatan. Mereka termasuk rumpun bangsa Austronesia. Rumpun bangsa Austronesia terdiri atas dua subspesies/ras, yaitu ras Mongoloid dan ras Austro Melanesoid. Mereka inilah nenek moyang bangsa Indonesia sesungguhnya.

Persebaran Nenek Moyang Bangsa Indonesia
Nenek moyang bangsa Indonesia adalah para pelaut ulung. Sejak 2000 SM hingga 50 SM, terjadi gelombang perpindahan penduduk dari bagian Asia (Yunan) ke wilayah nusantara. Pendapat ini dikuatkan dengan adanya kesamaan hasil kebudayaan yang ditemukan berupa beliung atau kapak persegi di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi bagian barat. Alat berupa kapak persegi atau beliung ini juga ditemukan di Siam, Malaka, Burma, Vietnam, Kamboja, dan terutama di Yunnan.

Penduduk dari Yunnan bergerak ke arah selatan sampai ke wilayah Vietnam. Sebagian menetap di wilayah ini, sebagian lagi melanjutkan perjalanan berlayar untuk mencari tempat tinggal yang baru. Dengan menggunakan perahu bercadik mereka secara bergelombang berlayar akhirnya sampai ke Kepulauan Nusantara. Tersebarlah orang-orang dari Yunnan itu ke nusantara. Mereka kemudian menetap dan mengembangkan kebudayaan di Indonesia. Ternyata, kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia tidak serempak. Mereka datang secara bergelombang yang secara garis besar terbagi dalam dua gelombang.

a. Gelombang Pertama
Gelombang pertama diperkirakan datang sekitar tahun 2000 SM–1500 SM. Dari Vietnam ini, rombongan orang-orang dari Yunnan terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama meneruskan perjalanan dan berlayar sampai ke Malaka, Sumatra, Jawa, Bali, dan tempat-tempat lain, seperti di Kalimantan Barat. Kemudian, kelompok yang lain (kelompok kedua) berlayar ke arah perairan Laut Cina Selatan, terus ke Kepulauan Filipina, Sulawesi, Maluku sampai ke Irian.

Kelompok pertama yang berlayar ke wilayah Malaka, Sumatra, Jawa, Bali, dan tempat-tempat lain, seperti di Kalimantan Barat termasuk ras Mongoloid. Mereka inilah yang membawa dan menyebarkan beliung atau kapak persegi ke berbagai daerah tersebut. Kapak persegi adalah alat yang sangat mendukung untuk mengerjakan sawah (untuk kegiatan pertanian). Daerah-daerah yang dilewati dan ditempati ras Mongoloid, seperti Malaka, Jawa, dan Sumatra merupakan daerah perkembangan pertanian.

Kelompok kedua yang bergerak dan berlayar sampai ke Sulawesi, Maluku, Irian, dan sekitarnya adalah orang-orang Ras Austro Melanesoid. Mereka inilah yang membawa dan menyebarkan kapak lonjong. Kapak lonjong ini umumnya menyebar di Indonesia bagian timur. Kapak lonjong banyak digunakan untuk bekerja di ladang, perkebunan, atau hutan.

b. Gelombang Kedua
Kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia gelombang kedua diperkirakan terjadi sekitar tahun 500 SM. Pada waktu itu, orangorang Austronesia bergerak dari Tonkin, terus melewati Malaka (Malaysia) Barat. Mereka menyebar ke Sumatra, Jawa, Madura, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan sekitarnya. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia gelombang kedua ini hanya satu kelompok besar, yaitu orang-orang Austronesia. Mereka menyebar ke Indonesia melalui Indonesia bagian barat.

Orang-orang Yunnan ataupun Tonkin yang termasuk rumpun bangsa Austronesia, baik itu Ras Mongoloid maupun Austro Melanesoid, baik yang datang pada gelombang pertama maupun yang datang pada gelombang kedua, menetap di Kepulauan Indonesia. Mereka bercampur dan berpadu membentuk komunitas di Kepulauan Indonesia. Merekalah yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia. Dengan demikian, nenek moyang bangsa Indonesia bukanlah mereka yang dikenal dengan Pithecantrhopus atau Meganthropus, melainkan orang-orang dari Yunnan yang datang secara bergelombang ke Indonesia.

Mengapa nenek moyang bangsa Indonesia melakukan perjalanan sejauh itu? Diperkirakan pada masa tersebut situasi di Asia Tengah (termasuk daerah Yunnan) terjadi persaingan ketat antarsuku. Akibatnya, nenek moyang kita menyingkir untuk mencari kehidupan yang lebih aman. Selain itu, mereka juga ingin mendapatkan daerah baru yang lebih makmur untuk memenuhi kehidupannya. Karena dorongan untuk maju itulah, nenek moyang rela melakukan perjalanan jauh dengan peralatan sederhana. Padahal, mereka menghadapi rintangan yang ganas dan sulit.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

LATAR BELAKANG

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut jugaDokuritsu Junbi Inkaidalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut SaigonVietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).
Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya diKoningsplein(Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantorBukanfuLaksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.

PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul SalehSukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjagastatus quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh SoekarniB.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[2] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[3] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

DETIK-DETIK PEMBACAAN NASKAH PROKLAMASI

Naskah asli proklamasi yang ditempatkan di Monumen Nasional
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain SoewirjoWilopoGafar PringgodigdoTabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[5]

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

ISI TEKS PROKLAMASI

Naskah Klad

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Naskah Baru Setelah Mengalami Perubahan

Di dalam teks proklamasi terdapat beberapa perubahan yaitu terdapat pada:
  • Kata tempoh diubah menjadi tempo
  •  
  • Kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia
  •  
  • Kata Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 08 tahun '05
  •  
  • Naskah proklamasi klad yang tidak ditandatangani kemudian menjadi otentik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta
  •  
  • Kata Hal2 diubah menjadi Hal-hal
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Naskah Otentik


Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atauSajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-'05
Wakil2 bangsa Indonesia.

CARA PENYEBARAN TEKS PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA

Berkas:Peristiwa Proklamasi dan Pemb NKRI 10.jpg
Gedung Menteng 31 yang digunakan sebagai tempat pemancar radio yang baru
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan sloganRespect our Constitution, August 17!(Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!) Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.

PERINGATAN 17 AGUSTUS 1945

Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Mulai dari lomba panjat pinanglomba makan kerupuk, sampai upacara militer di Istana Merdeka, seluruh bagian dari masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.

Lomba-Lomba Tradisional

Perlombaan yang seringkali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI diadakan di kampung-kampung/ pedesaan diikuti oleh warga setempat dan dikoordinir oleh pengurus kampung/ pemuda desa

Peringatan Detik-Detik Proklamasi

Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dll. Pada sore hari terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.